BPOM Ungkap Efek Fatal Terapi Sekretom Ilegal di Magelang, Ganggu Ginjal-Picu Kematian

9 hours ago 4

Jakarta -

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI membongkar sarana produksi dan terapi produk turunan stem cell berupa sekretom ilegal di Magelang, Jawa Tengah, pada 25 Juli 2025. Hal ini menjadi perhatian bagi pihak BPOM lantaran produksi dan terapi yang dilakukan tidak sesuai standar. Pelaku adalah seorang dokter hewan berinisial YHF berusia 56 tahun.

Kepala BPOM RI Prof Taruna Ikrar menuturkan produksi dan pemberian sekretom yang tidak sesuai dengan standar, dapat mengancam keselamatan dan nyawa pasien. Ia menyebut sebuah pabrik obat, apalagi yang berbasis sel harus memiliki sistem produksi tersertifikasi.

Ketika fasilitas produksi tidak terstandar, maka produk yang dihasilkan lebih rentan terkontaminasi. Ini tentu berbahaya jika tetap diberikan pada pasien.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Apa dampaknya? Nah, mungkin produknya bisa terkontaminasi bakteri, virus, karena kan tidak bersih atau tidak sesuai standar. Kalau produk ini memiliki kontaminasi, pada saat disuntikkan, apakah secara intramuskular, apalagi intravena, pasien itu bisa langsung menderita sepsis," ujar Prof Taruna dalam sebuah konferensi pers di Kantor BPOM RI, Jakarta Pusat, Rabu (27/8/2025).

"Atau bahasanya virus atau kuman tumbuh kembang dalam tubuh, risikonya itu kematian pasien. Kan berat, atau minimal gagal ginjal, gagal jantung, liver bermasalah. Banyak dampak yang lainnya. Bukan hanya kecacatan tapi bisa kematian," sambungnya.

Pasien yang datangi klinik milik YHF diiming-imingi khasiat bisa menyembuhkan berbagai penyakit yang sulit sembuh, salah satu contohnya adalah kanker. Prof Taruna menyebut klaim manfaat seperti itu harus melalui rangkaian uji klinis terstandar.

Prof Taruna mengatakan klinik yang ada di Magelang tersebut tidak memiliki landasan ilmiah tersebut.

"Macam-macam indikasinya, ada yang untuk mencegah kanker, ini penyakit yang sangat susah diobati. Ada yang bisa meningkatkan stamina, itu janji yang diberikan. Ada juga ya untuk regenerasi awet muda, ada juga yang berhubungan dengan berbagai penyakit-penyakit yang susah diobati, itu pengiklanan yang disampaikan," ujar Prof Taruna.

"Itu membutuhkan uji praklinis dan uji klinis itu membuktikan bahwa obat itu bisa, berfungsi sebagai itu. Itu disebut indikasi. Tapi ini dipromosikan tanpa ada uji-uji sebelumnya. Tidak ada ukuran efikasi atau khasiatnya, kasian rakyat kita," tandasnya.


(avk/up)

Read Entire Article