Viral Dokter Salah Beri Resep Obat, Pasien Alami Gangguan Sumsum Tulang

4 hours ago 4
Jakarta -

Seorang dokter di Singapura diskors selama 14 bulan karena kesalahannya dalam merawat pasien. Awalnya, pasien itu mengunjungi Naaman Skin and Laser Centre di Novena untuk mengobati ruam di tubuhnya.

Namun, pasien pria itu berakhir dirawat di rumah sakit selama 10 hari. Ia mengalami supresi sumsum tulang atau kondisi saat sumsum tulang tidak menghasilkan sel darah dalam jumlah normal, setelah dokter kulitnya mengubah resep obat.

Menurut dasar keputusan pengadilan disiplin Dewan Medis Singapura (SMC), konsultan dermatologis pusat bernama Khoo Boo Peng itu mengaku bersalah atas dua tuduhan pelanggaran profesional, berdasarkan Undang-Undang Registrasi Medis 1997. Sejak itu, Khoo diskors dari praktik selama 14 bulan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Awal Mula Kejadian

Insiden ini berawal saat pasien pria itu berkonsultasi dengan Khoo pada 13 April 2020 soal ruam di tubuhnya. Ia mengaku kondisi itu sudah dialaminya sejak Agustus 2019.

Saat itu, Khoo mendiagnosisnya dengan nodul prurigo, suatu kondisi kulit yang menyebabkan benjolan gatal pada kulit. Dokter juga memberikan suntikan steroid pada pasien.

Pada 27 April 2020, Khoo meresepkan Siklosporin dan Metotreksat kepada pasien. Siklosporin adalah agen imunosupresif, sementara Metotreksat adalah agen kemoterapi dan penekan sistem kekebalan tubuh.

Kondisi pasien mulai membaik pada 15 Mei 2020. Karena obat-obatan tersebut mahal untuk dilanjutkan dalam jangka panjang, pengobatan akhirnya dihentikan.

Dokter Mengganti Obat

Pada 12 Juni 2020, pasien mengalami kekambuhan dan kembali berkonsultasi pada Khoo. Kali ini, Khoo mengganti obat dan meresepkan Azatioprin dan Prednisolon kepada pasien.

Dikutip dari Mothership, Azathioprine adalah obat imunosupresif. Prednisolon adalah obat yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah kulit.

Pada 27 Juni 2020, pasien mengirimkan e-mail kepada Khoo berisi dua foto bagian bawah wajahnya. Pasien mengungkapkan kekhawatirannya bahwa wajah di bawah bibir sedikit bengkak dan warna kulitnya menjadi lebih gelap dari biasanya.

Khoo membalasnya di hari yang sama dengan mengatakan bahwa ini tampaknya merupakan retensi cairan sementara akibat obat Prednisolon dan memintanya untuk melanjutkan pengobatan.

Pasien mengirimkan e-mail kepada Khoo beberapa hari kemudian, pada 1 Juli 2020. Ia mengungkapkan bahwa obat steroid itu telah menyebabkan lepuh di dekat bibir dan sariawan, dan mungkin juga memengaruhi lidah dan tenggorokan.

"Rasanya sakit saat saya makan dan menelan. Penggelapan kulit juga cukup parah," tulis pasien.

Pada 2 Juli 2020, pasien mengirimkan e-mail lanjutan dengan melampirkan foto rambut rontoknya.

"Ini adalah jumlah rambut yang saya rontokkan pagi ini. Belum pernah terjadi sebelumnya. Mohon beritahu saya apa yang harus dilakukan dengan steroid ini. Steroid ini sangat menyiksa saya. Saya ingin berhenti, tetapi juga takut dengan gejala putus obat," terang pasien.

Khoo setuju dan memintanya untuk berhenti mengonsumsi Prednisolon.

Diagnosis Serius

Pada 2 Juli 2020, setelah berkonsultasi dengan Khoo melalui e-mail, pasien tersebut berkonsultasi langsung dengan Khoo untuk keperluan mendesak. Saat itulah Khoo baru memberi tahunya, gejala-gejala tersebut kemungkinan merupakan reaksi obat yang merugikan terhadap Azathioprine.

Ia kemudian berobat ke departemen Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Mount Elizabeth Novena pada 4 Juli 2020. Di sana, ia didiagnosis mengalami supresi sumsum tulang yang mengakibatkan pansitopenia.

Supresi sumsum tulang adalah suatu kondisi di mana sumsum tulang tidak memproduksi cukup sel darah atau trombosit. Dokumen pengadilan menyatakan bahwa pansitopenia berpotensi mengancam jiwa.

Hal ini menyebabkan pasien dirawat di rumah sakit dari 4 Juli hingga 13 Juli 2020.

Alasan Dakwaan

Dakwaan pertama Khoo adalah meresepkan Azathioprine kepada pasien tanpa menjamin keselamatan pasien. Dakwaan kedua yang dijatuhkan kepadanya adalah kegagalan melakukan pemantauan ketat terhadap pasien, dan manajemen efek samping yang tepat setelah memulai pengobatan Azathioprine.

Dokumen tribunal menyatakan bahwa Khoo seharusnya memeriksa pasien untuk melihat apakah ia memiliki metabolisme Azathioprine yang normal, sedang, atau buruk.

Jika pasien memilih untuk tidak menjalani salah satu tes tersebut, Khoo seharusnya berhati-hati untuk memulai pasien dengan dosis Azathioprine terendah untuk menguji seberapa sensitif pasien terhadap Azathioprine.

Khoo juga tidak mengambil kedua tindakan pencegahan tersebut. Hal itu mengakibatkan pasien dirawat di rumah sakit karena dapat terjadi efek samping yang serius jika dosis tinggi Azathioprine, yang diresepkan kepada pasien yang memiliki metabolisme Azathioprine yang buruk.

Hasil tes tertanggal 9 Juli 2020 menetapkan bahwa pasien memiliki metabolisme Azathioprine yang buruk.

Simak Video "BPJS Kesehatan Tanggung Biaya Perawatan Pasien Covid-19"
[Gambas:Video 20detik]
(sao/naf)


Read Entire Article