Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap adanya surat dari Google Indonesia kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia soal penawaran penggunaan Chromebook. Bahkan, tawaran ini masuk sebelum Nadiem Makarim menjabat sebagai Kemendikbudristek 2019-2024.
Menurut Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Nurcahyo Jungkung Madyo dalam konferensi pers, Kamis (4/9), terungkap surat dari Google itu pernah dikirimkan ke Kemendikbud era kepemimpinan Muhadjir Effendy. Muhadjir menjabat menteri periode tahun 2016-2019.
Namun saat itu, Muhadjir mengabaikan surat dari Google tersebut.
"NAM (Nadiem Anwar Makarim) selaku menteri menjawab surat Google untuk ikut partisipasi dalam pengadaan alat TIK di Kemendikbud. Padahal sebelumnya surat Google tersebut tidak dijawab oleh menteri sebelumnya yaitu ME (Muhadjir), yang tidak merespons," kata Nurcahyo.
Alasan Muhadjir mengabaikannya, kata Nurcahyo, yakni karena dari hasil uji coba pada 2019, Chromebook telah gagal. Chromebook itu tidak bisa dipakai untuk sekolah garis terluar atau daerah terluar, tertinggal dan terdalam (3T).
Berbeda dengan Muhadjir, Nadiem disebut menyambut dan menindaklanjutinya.
Kemudian, atas perintah Nadiem, dalam pengadaan TIK 2020 di Kemendikbudristek diarahkan menggunakan Chromebook. Pejabat di Kemendikbudristek pun kemudian menyusun petunjuk teknis dan spesifikasinya terkunci menggunakan Chrome OS.
Alhasil pengadaan pun terjadi. Kejagung menduga pengadaan ini merugikan negara hingga Rp 1,980 triliun. Atas perbuatannya, Nadiem dijerat dengan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 juncto pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.