Komisi XI DPR Belum Terima Laporan soal Burden Sharing Program 3 Juta Rumah

7 hours ago 4
Foto udara deretan unit rumah subsidi di Kecamatan Puuwatu, Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (19/6/2025). Foto: ANTARA FOTO/Andry Denisah

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Mohamad Hekal menyebut DPR belum menerima penjelasan resmi terkait wacana burden sharing baru antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) untuk mendukung program perumahan rakyat dan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih.

“Saya baru baca itu di media juga, kita belum dapat penjelasan resminya,” kata Hekal saat ditemui di Kompleks Parlemen, Rabu (3/9).

Hekal mengakui skema burden sharing memang pernah diterapkan saat pandemi COVID-19. Namun hingga kini belum ada pembahasan lanjutan.

“Iya ya, dulu kan pas pandemi memang ada pembicaraan, mungkin ada pembahasan di antara mereka (Kemenkeu dan BI) tapi belum disampaikan kepada kita. Nanti kita tanya lah pada kesempatan berikutnya,” ujarnya.

Senada, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit juga menepis kabar adanya skema baru pembagian beban bunga antara fiskal dan moneter. Ia menegaskan, saat ini instrumen utama yang digunakan BI untuk mendukung sektor perumahan adalah melalui kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM).

“Kan melalui instrumen yang dimiliki BI kan melonggarkan likuiditas. Melalui mekanisme GWM, ya itu aja. GWM ke bank yang menyalurkan kredit untuk perumahan, ya dapat likuiditas, GWM nya diturunkan. Hanya mainin GWM,” jelas Dolfie.

Terkait pendanaan Kopdes, Dolfie menjelaskan skemanya berbeda karena menggunakan alokasi APBN. Pemerintah akan menempatkan dana di bank Himbara, mirip mekanisme Kredit Usaha Rakyat (KUR).

“Kalau kopdes, itu di APBN, pemerintah nanti dia sistemnya penempatan. Kayak seperti jaman COVID, penempatan di bank Himbara. Nanti kopdesnya mengajukan kredit seperti ngajuin KUR, biasa. Cuma pemerintah melakukan penempatan secara bertahap. Alokasinya kalau nggak salah Rp 80 triliun,” katanya.

Meski begitu, Dolfie menegaskan istilah burden sharing tidak tepat digunakan untuk kondisi saat ini. Menurutnya, peran BI lebih kepada mendukung sektor-sektor strategis yang mampu membuka lapangan kerja, salah satunya perumahan.

“Istilahnya bukan burden sharing. Kalau burden sharing kita belum ketemu. Belum pernah dibahas juga. Tapi peran Bank Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi pada sektor-sektor strategis,” ujarnya.

Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo dalam rapat bersama DPD RI menyebut adanya mekanisme burden sharing baru antara bank sentral dan Kemenkeu. Perry mencontohkan, bunga efektif untuk program perumahan rakyat ditetapkan sekitar 2,9 persen, sementara untuk Kopdes Merah Putih sebesar 2,15 persen.

Perry menjelaskan, formula burden sharing ini dihitung dari bunga Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun dikurangi hasil penempatan pemerintah di perbankan, kemudian sisanya ditanggung bersama. BI disebut sudah membeli SBN dari pasar sekunder senilai Rp 200 triliun untuk menambah likuiditas.

“Dengan burden sharing atau pembagian beban bunga yang tentu saja bersama BI dan Kemenkeu, dan karenanya akan mengurangi beban pembiayaan dari program-program untuk ekonomi kerakyatan dalam program Asta Cita,” kata Perry.

“Kami terus sinergi. Itu bukti kami sebagai bagian dari NKRI, BI berkomitmen untuk bersinergi dan berkomitmen erat dengan kebijakan pemerintah, mendukung Asta Cita, menjaga stabilitas ekonomi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi untuk ekonomi kerakyatan dan juga untuk Indonesia maju,” imbuhnya.

Berdasarkan data terkini, Perry menyebutkan bahwa bank sentral telah membeli SBN dari pasar sekunder sekitar Rp 200 triliun.

Read Entire Article