Risiko Hamil di Bawah Usia 20 Tahun, Dokter Ungkap Bahaya Bagi Ibu dan Bayi

2 hours ago 3

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabar kehamilan sering kali disambut dengan sukacita. Namun usia ibu saat mengandung memegang peranan krusial dalam menentukan jalannya kehamilan.

Kehamilan yang terjadi pada usia remaja kerap kali menyimpan risiko kesehatan yang tinggi, baik bagi sang ibu maupun janin yang dikandungnya. Menurut dokter spesialis obstetri dan ginekologi konsultan fertilitas lulusan Universitas Indonesia, dr Upik Anggraheni Sp.OG, ada beberapa alasan utama yang mendasari mengapa kehamilan di usia remaja, khususnya di bawah 20 tahun, sangat tidak disarankan. Alasan utama yang paling disoroti adalah tingginya risiko komplikasi.

Ia menjelaskan usia 19 tahun termasuk dalam kategori remaja, di mana tubuh dan kondisi kesehatan reproduksi seorang wanita belum mencapai kematangan optimal untuk menjalani kehamilan dan persalinan dengan risiko yang minimal meskipun fungsi organ reproduksi sudah aktif dengan tanda menstruasi. “Tulang panggul termasuk tulang belakang dan tulang ekor, masih bisa mengalami pertumbuhan hingga usia 20-21 tahun. Panggul yang belum berkembang sepenuhnya berisiko menyebabkan Disproporsi Sefalopelvik (CPD), yaitu ketidaksesuaian antara ukuran kepala bayi dan panggul ibu. Kondisi ini dapat menyebabkan persalinan lama dan meningkatkan kebutuhan untuk operasi sesar (SC),” kata dia pada Jumat (17/10/2025).

Upik mengatakan di bawah usia 20 tahun, kehamilan menjadi berisiko juga karena organ reproduksi termasuk rahim dan ovarium serta fungsinya mungkin belum mencapai fungsi optimalnya terkait dengan kematangan poros hipotalamus-hipofisis-ovarium, tiga bagian penting yang mengatur sistem reproduksi wanita. Selain itu, pada ibu hamil di usia remaja, memiliki risiko lebih tinggi mengalami tekanan darah tinggi selama kehamilan, yang dapat berlanjut menjadi preeklamsia, yang ditandai dengan tekanan darah tinggi dan kerusakan organ, seringkali ginjal dan merupakan kondisi serius yang mengancam nyawa ibu dan janin.

Upik mengatakan remaja juga sering kali memiliki cadangan nutrisi yang kurang memadai terutama zat besi karena kurangnya pengetahuan dan hal ini dapat berisiko pada kelahiran bayi prematur dan cacat bawaan serta stunting pada bayi di kemudian hari. “Kehamilan meningkatkan kebutuhan nutrisi secara drastis, dan kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia, yang berisiko pada kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan perdarahan pascapersalinan,” ujar dokter yang praktek di RS Pondok Indah Jakarta ini.

Dia mengatakan berbagai komplikasi tersebut bisa menyebabkan risiko kematian pada ibu karena perdarahan pascapersalinan yang lebih tinggi akibat kondisi fisik dan persalinan yang lebih sulit, dibandingkan dengan usia 20-35 tahun. Selain pada ibu, Upik mengatakan bayi yang lahir dari kehamilan usia muda berisiko tinggi menyebabkan kelahiran prematur dan berisiko lebih besar mengalami gangguan pernapasan, pencernaan, penglihatan, dan masalah perkembangan jangka panjang.

“Bayi yang lahir dari ibu remaja lebih rentan mengalami BBLR (berat badan kurang dari 2.500 gram saat lahir). Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya nutrisi ibu atau gangguan pada plasenta. BBLR berpotensi menimbulkan masalah kesehatan serius dan kebutuhan akan perawatan intensif (NICU),” ujarnya.

Upik mengatakan jika terjadi kehamilan di usia kurang dari 20 tahun, diperlukan perawatan prenatal dini dan rutin sesegera mungkin dan jadwalkan kunjungan lebih sering. Dokter juga akan melakukan skrining dan deteksi dini kemungkinan komplikasi dan kondisi lain yang berisiko dan memantau janin melalui USG secara berkala.

Edukasi juga diperlukan untuk membekali remaja di masa kehamilan yang komprehensif mengenai nutrisi yang tepat, memperbaiki gaya hidup, mengelola stres dengan dukungan psikososial jika pasien mengalami stres, dan menentukan rencana persalinan yang paling aman dari kondisi fisik ibu. Selain itu, dukungan emosional, finansial dan logistik dari orang tua, keluarga atau pasangan menjadi faktor kunci keselamatan ibu dan janin di kehamilan yang berisiko. 

Read Entire Article