Sosok Carina Citra, Peneliti Vaksin AstraZeneca yang Dapat Tanda Kehormatan dari Presiden

3 hours ago 1

Jakarta -

Nama Carina Citra Dewi Joe dikenal sebagai salah satu pemegang paten vaksin COVID-19 Oxford-AstraZeneca. Perannya begitu vital dalam memasikan vaksin ini bisa diproduksi secara massal, sehingga memungknkan aksesnya cepat dan terjangkau di berbagai negara.

Dikutip dari laman Kementerian Sekretariat Negara, Carina mendapatkan tanda kehormatan Republik Indonesia dari Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara. Vaksin AstraZeneca sendiri menjadi salah satu tonggak penting dalam menyelamatkan banyak nyawa saat pandemi. Begini perjalanan Carina saat mengembangkan vaksin AstraZeneca.

Peluang Melakukan Riset Vaksin AstraZeneca

Usai menyelesaikan pendidikan S1 dengan jurusan bioteknologi, Carina mengikuti magang di sebuah perusahaan Australia. Perusahaan tersebut kemudian menawarkan studi lebih lanjut hingga meraih gelar pHD untuk menunjang karirnya dalam bidang penelitian.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia berhasil meraih gelar PhD Biotechnology di Royal Melbourne Institute Technology, Australia. Pengalamannya itu mendorongnya bisa terlibat dalam riset vaksin AstraZeneca untuk COVID-19.

Pembuatan Vaksin

Carina menceritakan, pembuatan vaksin memakan waktu 1,5 tahun dari sedianya 10 tahun. Tentunya proses tersebut dilakukan sesuai dengan aturan.

"Produksi vaksin khususnya vaksin COVID-19 tetap dilaksanakan sesuai peraturan yang berlaku. Hanya saja, proses birokrasi dipercepat dan proses pembuatan dilaksanakan secara paralel," ungkapnya dalam acara Ngobrol Asyeek di Instagram Duta Besar Indonesia untuk Inggris @desrapercaya.

Menurutnya, proses birokrasi yang cepat bisa terjadi sebab dilakukan secara paralel dan alasan darurat, Jadi, proses pembuatan vaksin bisa memakan waktu lebih singkat.

"Kenapa bisa cepat, karena kita lakukan paralel. Sebelumnya step by step, rencanakan dulu baru apply funding, 2-3 tahun kemudian baru dapat, barulah clinical trial. Kalau (pandemi) ini emergency," jelas Carina.

Carina menjadi sosok penemu formula 'dua sendok makan' sel yang menjadi landasan produksi besar vaksin AstraZeneca tersebut. Dia menemukan 'Formula 30 militer sel' itu pada 15 Januari 2020. Hal tersebut memungknkan produksi vaksin menjadi lebih banyak 10 kali lipat.

Hampir Menyerah dalam Proses Pengembangan Vaksin

Selama mengembangkan vaksin tersebut, Carina hampir menyerah dua kali sebab tekanan yang begitu besar. Dia tidak tahu apakah vaksin yang dikembangkannya akan berhasil atau tidak.

Dia mengatakan, pandemi COVID-19 mengajarkannya untuk tahan banting dalam menghadapi segala kondisi. Sebab, dia adalah satu-satunya orang yang dapat melakukan eksperimen vaksin ini dan tidak dapat digantikan orang lain.

"Saya sempat bilang, saya mau berhenti, saya tak bisa lagi lakukan ini. Nangis-nangis di depan bos. Mereka berikan pengertian. Mau gimana lagi, cuma kamu yang melakukannya, tidak ada gantinya lagi. Mau sakit atau tidak tetap harus dikerjakan," tutur Carina.

"Saya hampir menyerah, bos saya bilang, kita melakukan hal yang tepat. Ini mungkin satu hal yang sangat penting yang kita lakukan dalam karir kita, karena banyak orang yang meninggal. Jadi, kita lakukan yang terbaik demi kemanusiaan," imbuhnya.

Usahanya pun membuahkan hasil. Vaksin AstraZeneca dapat diberikan ke berbagai negara di dunia. Carina bahkan mewakili tim manufaktur vaksin Oxford-AstraZeneca untuk menerima penghargaan Pride of Britain di London.

"Dengan kombinasi upaya Dr Carina Joe untuk meningkatkan proses manufaktur dan komitmen serta kerja keras rekan-rekan kami di AstraZeneca dan semua mitra kami lainnya, kami mampu memberikan vaksin untuk dunia, dibuat di berbagai penjuru dunia dengan harga semurah mungkin," kata
Ketua tim manufaktur Dr Sandi Douglas yang dikutip dari BBC Indonesia.

"Ada lebih dari 1,5 miliar dosis vaksin Oxford-AstraZeneca yang didistribusikan secara global. Sangat bangga dengan kerja kami yang memungkinkan manufaktur vaksin dilakukan dari selusin tempat di lima benua, dengan sejumlah besar vaksin dikirim ke berbagai negara di luar Amerika Utara dan Eropa," lanjutnya.


(elk/kna)

Read Entire Article