Komentar MGBKI soal RI Mau Buka 300 FK gegara Disebut 'Krisis Dokter'

3 days ago 11
Jakarta -

Lebih dari 300 guru besar di fakultas kedokteran seluruh Indonesia tergabung dalam Majelis Guru Besar Kedokteran Indonesia (MGBKI). Resmi dideklarasikan Jumat, (22/8/2025) di Aula IMERI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI), dihadiri 92 guru besar.

Para guru besar ingin membuka wadah forum resmi yang sekaligus bisa menghasilkan kebijakan berbasis data ilmiah sebagai masukan pada arah kebijakan kesehatan. Mereka juga ikut menanggapi wacana pemerintah yang dalam waktu dekat akan mendirikan 300 fakultas kedokteran (FK) sebagai jawaban dari kurangnya jumlah dokter.

Ketua MGBKI Prof Budi Iman Santoso menilai hal ini tentu menjadi tantangan besar. Terlebih, 'pekerjaan rumah' yang akan bertambah nantinya adalah kebutuhan tenaga pendidik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dibutuhkan lebih banyak SDM yang benar-benar bisa memastikan kualitas dokter saat dinyatakan lulus sampai mengantongi izin praktik. Dalam produksi dokter, kualitas menjadi hal terpenting.

"Seperti membangun rumah, itu kan harus punya basic-nya ya fondasinya di mana salah satunya adalah standar input itu dipenuhi apa tidak, yang kedua adalah prosesnya dikerjakan apa tidak? Baru hasilnya," sebut dia, pasca deklarasi di Imeri FK UI, Jumat (22/8).

"Bisa dibayangkan, membangun 300 FK bukan hanya menyiapkan standar inputnya saja, bukan saja fasilitasnya, regulasinya, sarana-nya, itu kan tidak mudah, kita di sini butuh puluhan tahun."

Terlebih, kedokteran berhubungan dengan pelayanan manusia. Bila standar dan kompetensinya tidak sesuai, keselamatan pasien bisa menjadi ancaman.

Ia menyoroti persoalan distribusi dokter yang sebetulnya belum merata, alih-alih menambah jumlah dokter.

"Misalnya spesialis obgyn yang sekarang sudah 6.500, sebetulnya tidak kurang untuk Indonesia, problemnya adalah distribusinya," tandas dia.

Dalam kesempatan yang sama, Prof Menaldi Rasmin yang juga tergabung dalam MGBKI, melihat niat pemerintah untuk memperbanyak dokter spesialis relatif baik. Namun, ia memberi catatan, banyaknya jumlah produksi dokter perlu dibarengi dengan sedikitnya tiga komitmen yang menjamin kesejahteraan hingga sarana tenaga medis.

"Berikan jaminan keamanan dia bekerja. Misalnya, jangan sampai dia sudah mau di puskesmas, digeruduk sama kelompok kriminal bersenjata KKB. Ikut kena dia, bagaimana bisa berharap distribusinya bisa bagus nanti, kalau ketakutan itu terus mengancam? padahal mestinya ada jaminan keamanan itu," sorotnya.

Kedua, jaminan kenyamanan. Beberapa tenaga medis yang berpraktik di daerah saat ini masih terkendala alat dan sarana, yang tentu bisa menghambat pelayanan praktik.

"Saya ambil contoh di NTT, pernah dengar korupsi obat kusta? Di NTT, orang sampai harus menempuh perahu untuk dapat mengambil obatnya dan harus sekali seminggu. Dokter di sana bingung, nggak mungkin pasien bisa teratur berobat," tutur dia.

Terakhir, jaminan kesejahteraan dokter. Untuk memastikan dokter tidak mencari uang melalui pengobatan, dan fokus pada pengabdian, tentu mereka memerlukan jaminan kesejahteraan hingga setidaknya tercukupi kebutuhannya.

"Nggak usah jadi miliarder, nggak usah kasih mobil ke dokter, tetapi pastikan dia bisa sampai hidup tenang, tidak perlu mencari uang dari orang sakit, tapi dia justru bisa mendapatkan penghasilan cukup untuk keluarga dan bisa menyekolahkan anaknya dengan baik," tandas dia.

Bila tiga hal tersebut tidak terpenuhi, fakta yang terjadi di balik pembukaan 300 FK adalah sebaliknya. Muncul ribuan dokter tanpa kepastian bekerja, dan nihil jaminan menjadi pegawai.

Banyak dokter yang nantinya juga bisa terluntang-lantung tidak diterima rumah sakit vertikal maupun swasta.

"Jangan menyelesaikan masalah dengan masalah baru," pungkas dia.

Simak Video "Video: Upaya Kemendiktisaintek Perkuat Sektor Kesehatan RI"
[Gambas:Video 20detik]
(naf/up)


Read Entire Article