Bagi banyak orang, memiliki harta adalah lambang kesuksesan. Rumah, kendaraan, hingga tabungan sering dijadikan ukuran sejahtera atau tidaknya seseorang. Namun, dalam Islam, harta tidak hanya sekadar “milik pribadi”, tetapi juga titipan yang harus dijaga. Inilah yang dibahas dalam fiqih muamalah, bagaimana hak milik diatur agar tidak menjadi sumber keserakahan, melainkan jalan menuju keberkahan. Islam mengakui hak milik pribadi. Setiap orang berhak bekerja, berdagang, dan memiliki hasil usahanya. Akan tetapi, Islam juga mengajarkan bahwa kepemilikan itu tidak mutlak. Ada batasan dan aturan yang menjaga agar harta tidak menimbulkan ketidakadilan atau merugikan orang lain. Harta yang kita miliki sejatinya hanyalah titipan dari Allah. Kita boleh menggunakannya, tetapi tetap ada hak orang lain di dalamnya. Seperti yang disebutkan dalam surah An-Nur ayat 33: وَآتُوهُم مِّن مَّالِ ٱللَّهِ ٱلَّذِىٓ ءَاتَىٰكُمْ “Berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang telah Dia berikan kepadamu.”
Ayat tersebut menegaskan bahwa harta adalah milik Allah, sementara manusia hanya diberi amanah untuk mengelolanya. Cara Memperoleh Hak Milik Fiqih muamalah menjelaskan bahwa hak milik bisa diperoleh melalui banyak jalan yang halal, seperti bekerja, berdagang, hibah, atau warisan. Sebaliknya, kepemilikan yang didapat melalui jalan batil, seperti mencuri, merampas, menipu, atau praktik riba tidak diakui. Rasulullah SAW bersabda: مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ “Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik daripada hasil kerja tangannya sendiri.” (HR. Bukhari).
Hadits tersebut menegaskan bahwa mencari harta dengan cara halal adalah jalan yang diridhai Allah. Namun, sering kali yang menjadi masalah bukan hanya cara mendapatkan, tetapi juga bagaimana mengelola harta setelah dimiliki. Banyak orang merasa bebas berbuat apa saja dengan miliknya, padahal dalam Islam, setiap kepemilikan harus memberi manfaat, bukan menimbulkan kerugian. Fungsi Sosial Hak Milik Hak milik bukan berarti bebas digunakan sesuka hati. Dalam fiqih muamalah, harta yang dimiliki harus memberikan manfaat, baik untuk pemilik maupun masyarakat. Misalnya, tanah yang dibiarkan terbengkalai tanpa dikelola bisa merugikan masyarakat sekitar. Islam mendorong agar harta digunakan untuk kemaslahatan. Allah mengingatkan dalam surah Al-Hasyr ayat 7: كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةًۢ بَيْنَ ٱلْأَغْنِيَآءِ مِنكُمْ “…supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”
Ayat tersebut menegaskan bahwa harta harus memberi manfaat lebih luas, tidak boleh hanya dinikmati segelintir orang. Zakat sebagai Mekanisme Keadilan Contoh sederhana bisa kita lihat dalam kewajiban zakat. Ia bukan sekadar ritual, tetapi mekanisme distribusi kekayaan agar harta tidak hanya berputar pada segelintir orang kaya. Zakat adalah bukti bahwa Islam menjaga keseimbangan antara hak individu dan hak sosial. Dengan begitu, hak milik pribadi tetap dihormati, tetapi tidak melupakan kepentingan bersama. Sayangnya, di era modern, banyak orang terjebak pada pola konsumtif. Harta dianggap simbol gengsi, bukan lagi amanah. Rumah mewah atau mobil mahal sering dikejar tanpa peduli sumber dan tanggung jawabnya. Padahal, fiqih muamalah justru mengingatkan bahwa hak milik bukan sekadar soal status, melainkan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menebar manfaat. Hak Milik sebagai Amanah, bukan Status Rasulullah SAW juga mengingatkan bahwa harta akan dimintai pertanggungjawaban. Dalam sebuah hadits riwayat Tirmidzi disebutkan: لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ… عَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ “Tidak akan bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat sebelum ditanya… tentang hartanya: dari mana ia peroleh dan ke mana ia belanjakan.”
Hadits tersebut menegaskan bahwa semakin banyak harta yang kita miliki, semakin besar pula amanah dan tanggung jawab yang harus dipikul. Hak milik dalam fiqih muamalah bukan hanya kebebasan, tapi juga amanah. Ia sah dimiliki, tapi harus halal jalannya dan bermanfaat penggunaannya. Jika dijalankan sesuai prinsip ini, hak milik tidak hanya memberi ketenangan pribadi, tetapi juga menciptakan keadilan sosial. Karena pada akhirnya, setiap harta hanyalah titipan, dan setiap titipan pasti akan dimintai pertanggungjawaban.