
DIAGNOSA -- Anggota DPR RI Fraksi PKS dari Dapil Jawa Barat yang juga anggota Komisi IX, Netty Prasetiyani, menegaskan bahwa anggaran adalah instrumen penting, bahkan ideologis, dalam menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa. Dalam konteks pengawasan obat dan makanan, ia menilai capaian kinerja Badan POM masih menunjukkan tanda bahaya.
“Kembali Pak, bahwa anggaran adalah instrumen, bahkan boleh kita katakan menjadi salah satu instrumen ideologis bagi kita untuk menyelesaikan berbagai permasalahan. Dalam konteks pengawasan obat dan makanan, maka kalau kita melihat bagaimana Bapak membuat angka 87% dengan angka yang besar dan merah, ini sebetulnya tanda bahaya Pak buat kita semua,” ujarnya dalam rapat kerja bersama Kepala Badan POM, Selasa 3/09/2025.
Anggota Komisi IX FPKS tersebut menekankan bahwa risiko kesehatan, ekonomi, perdagangan, hingga kepercayaan publik merupakan ancaman nyata. Ia menilai Badan POM, meski bertanggung jawab langsung kepada Presiden sesuai Perpres Nomor 80 Tahun 2017, belum memiliki kekuatan penuh dalam melaksanakan tugas pokoknya.
“Enggak punya power, enggak punya kekuatan. Padahal kita ini berhadapan dengan jumlah penduduk lebih dari 270 juta. Kemudian juga gaya hidup masyarakat yang seringkali saya ulang-ulang Pak, masyarakat itu selalu mencari produk-produk yang terjangkau dengan kantongnya, produk-produk yang murah, produk-produk yang mudah didapatkan,” tegas legislator asal Jawa Barat itu.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga mengkritisi capaian program Badan POM yang masih rendah. Menurutnya, peningkatan pengetahuan masyarakat baru 32 persen, layanan informasi 66 persen, dan fasilitator pemberdayaan hanya 23,5 persen.
“Ya terus kita mau berharap diapresiasi seperti apa? Itu yang pertama. Kemudian yang kedua, kalau kita lihat Bapak kemudian mengusulkan tambahan anggaran, kok saya agak terusik ya Pak, kenapa? Karena justru di sini dukungan manajemennya ini besar Pak, padahal fungsi pengawasan dan penindakan sekali lagi menjadi ruh dan DNA dari Badan POM,” jelasnya.
Politisi PKS tersebut juga mempertanyakan penempatan anggaran program makan bergizi di Badan POM. Menurutnya, hal itu berpotensi mengaburkan fokus lembaga yang seharusnya menjalankan fungsi utama pengawasan obat dan makanan.
“Kenapa kemudian anggarannya juga ditaruh di Badan POM? Dengan tugas tambahan yang juga tidak kalah mulia, tapi harus kita luruskan ya, agar anggaran ini betul bisa digunakan sebesar-besarnya untuk melindungi rakyat Indonesia,” ungkapnya.
Ia menegaskan, dengan pengawasan terhadap hampir 800 ribu produk, lebih dari 130 ribu izin edar, serta pangan olahan yang 55 persennya berasal dari UMKM, maka Badan POM tidak boleh kehilangan orientasi.
“Kasian masyarakat kita kalau tidak mendapatkan pembinaan pendampingan dari tugas asasi Badan POM sebagai lembaga yang dibentuk oleh Presiden bertanggung jawab langsung kepada Presiden untuk menjalankan fungsi pengawasan dan peredaran obat dan makanan,” pungkasnya