Sebanyak 15 peserta terpilih dari 100 pendaftar mengikuti rangkaian Kelas Menulis Novel yang diadakan Penerbit Narasi bekerja sama dengan komunitas literasi Warung Sastra. Selama empat sesi pada 15–16 Agustus dan 22–23 Agustus 2025 di Toko Buku Warung Sastra, Karangwaru, Kecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta, mereka belajar cara menulis novel dari novelis Mahfud Ikhwan.
Mereka berasal dari latar belakang daerah dan profesi yang berbeda. Masing-masing datang dengan usaha, harapan, dan pengalaman yang mendorong mereka untuk menulis novel.
Iroy: Buruh Tambang yang Ingin Belajar Menulis
Iroy Mahyuni datang ke kelas menulis novel dengan latar belakang yang tidak biasa. Perempuan muda asal Riau ini pernah bekerja sebagai buruh di kontraktor pertambangan batubara. Dunia itu ia sebut sangat maskulin dan sarat diskriminasi.
“Bekerja sebagai perempuan di dunia yang sangat maskulin itu kan berat gitu ya. Penuh diskriminasi dan pastinya tidak gampang untuk melalui hal itu,” kata Iroy kepada Pandangan Jogja, Jumat (22/8).
Pengalamannya di tambang membuatnya merasa perlu bersuara melalui tulisan. Ia menulis tentang buruh dan perempuan, sesuatu yang jarang disuarakan dari sudut pandang pelaku langsung.
“Kenapa akhirnya aku menulis, menulis tentang buruh, tentang perempuan? Karena ya, aku merasa ya, buruh harus menyuarakan itu (kehidupannya). Agar tulisan itu menumbuh dan punya emosi. Karena itu adalah suara perlawanan dari pengalaman,” tuturnya.
Selama ini, Iroy menulis secara otodidak. Oleh sebab itu, kelas ini menjadi kesempatan baginya untuk belajar menulis secara lebih sistematis.
“Aku juga punya keinginan untuk menjadi menghasilkan tulisan yang baik gitu. [...] Bagiku, terus belajar itu penting, apalagi untuk aku memutuskan menulis itu bukan karena aku punya background sebagai sebagai penulis, tapi karena memang aku melihat menulis itu sebagai alat-alat perjuangan, alat perlawanan,” kata Iroy.
Ia pun mengapresiasi kesempatan bertemu mentor. “Aku sangat mengapresiasi kayak (Penerbit) Narasi dan mentor kita, Pak Mahfud, yang juga mendorong kita untuk menghasilkan tulisan gitu setelah mengikuti kelas ini,” ujarnya.
Akhyar: Komika yang Mencari Medium Baru
Cerita lain datang dari Muhammad Akhyar Purlista, mahasiswa Teknik Geodesi UGM yang tergabung dalam Komunitas Standupindo Jogja. Jika selama ini terbiasa menulis materi komedi, Akhyar yang aktif menjadi komika yang sejak tahun 2020 ini merasakan sebuah keresahan yang tidak bisa disampaikan di panggung stand-up comedy.
“Salah satu kenapa aku menulis cerita ini karena aku tahu ada hal yang pengen kuceritakan, ada cerita yang pengen kuceritakan, tapi sepertinya tidak cocok di media stand-up comedy,” kata Akhyar, Jumat (22/8).
Bagi Akhyar, Kelas Menulis Novel menjadi cara untuk belajar menulis secara lebih terarah. Setelah mengikuti tiga sesi pertemuan, ia merasa tertantang.
“Kelas ini membuat saya berkontemplasi lagi. Kayaknya tulisan saya jelek deh. [...] Orang makin berilmu kan makin merasa bodoh, jadi kayak, oh saya tahu kalau standarnya itu memang harus ada. Kita nggak bisa sembarangan menulis karena ada ada ilmunya, ada standarnya sendiri,” ujarnya.