Geger Sound Horeg, Segini Batas Desibel Suara yang Aman Bagi Manusia

1 day ago 4
Jakarta -

Sound horeg ramai diperbincangkan setelah mendapatkan fatwa haram dengan catatan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur. Keputusan ini di ambil salah satunya mempertimbangkan kesehatan masyarakat.

Sound horeg sendiri merujuk kepada penggunaan pengeras suara bervolume tinggi. Pengeras suara ini biasanya marak dijumpai di acara hajatan, konvoi, atau hiburan rakyat.

Kebisingan ekstrem dari sound horeg dapat membahayakan kesehatan pendengaran. Bahkan, bagian dalam telinga dapat mengalami kerusakan permanen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tingkat suara yang dihasilkan sound horeg bisa mencapai 120-135 desibel (dB). Sementara batas aman suara jauh di bawah itu.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan bahwa ambang batas aman paparan suara adalah 85 dB selama maksimal 8 jam per hari. Paparan suara di atas 100 dB digambarkan sebagai suara yang sangat keras dan berpotensi membahayakan.

120 dB adalah tingkat desibel yang menggambarkan suara sangat keras. Faktanya, pada grafik desibel, 120 dB menandai batas suara yang menyakitkan dan sangat berbahaya bagi telinga manusia. Ini seperti mendengarkan sirine dan batas aman berada di dekatnya hanya 12 detik.

"Bahkan paparan satu kali terhadap suara yang sangat keras dapat merusak sel-sel telinga bagian dalam dan menyebabkan kehilangan pendengaran," tulis WHO.

Di samping efek ke pendengaran, Pakar Kesehatan Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, dr Gina Noor Djalilah SpAMM menegaskan paparan bising kronis bisa memicu lonjakan hormon stres, dan dalam jangka panjang berdampak ke kondisi fisik maupun mental.

Kondisi ini juga berdampak pada penurunan konsentrasi dan produktivitas, terutama anak-anak dan remaja. Bahkan tak sedikit mengeluh sakit kepala atau kesulitan berkomunikasi akibat lingkungan yang terlalu bising.

"Jika muncul gejala seperti telinga berdenging, nyeri, atau penurunan kemampuan mendengar setelah terpapar suara keras, sebaiknya segera periksa ke dokter THT. Jangan tunggu sampai terlambat," ujar dr Gina.

(kna/kna)


Read Entire Article