Waka MPR Ungkap Penyebab PRT Kesulitan Dapat Bansos dari Pemerintah

1 week ago 2

Jakarta -

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat (Rerie) menekankan sejumlah aturan dan data yang tidak valid menyebabkan bantuan sosial (bansos) yang merupakan salah satu mekanisme pengentasan kemiskinan tidak menyentuh pekerja rumah tangga (PRT).

"Pekerja rumah tangga termasuk dalam kategori pekerja tanpa kontrak kerja dengan lingkup dan waktu kerja yang tidak menentu seringkali dinilai tidak layak menerima bansos sebagai pekerja," kata Rerie dalam keterangannya, Rabu (4/9/2024).

Hal tersebut disampaikan Rerie dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertema 'Bedah RUU PPRT: Mengatasi Ketidakadilan Akses PRT Terhadap Bansos' yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (4/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diskusi yang dimoderatori Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI Anggiasari Puji Aryatie itu menghadirkan Anggota Komisi VIII DPR RI Sri Wulan, Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial, Kementerian Sosial RI (Kemensos) Mira Riyati Kurniasih, Asisten Deputi Penanggulangan Kemiskinan Sekretariat Wakil Presiden RI Adyawarman, dan Serikat Pekerja Rumah Tangga Sapulidi Yuni Sri Rahayu sebagai narasumber. Selain itu hadir pula Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Mike Verawati sebagai penanggap.

Menurut Rerie, PRT adalah kelompok masyarakat yang kerap terabaikan haknya sebagai penerima bansos, karena terhalang sejumlah peraturan yang ada. Mengutip laporan dari JALA PRT, Rerie berpendapat hal itu terjadi karena ketiadaan pengakuan kepada individu sebagai pekerja di rumah tangga berupa regulasi atau dari pemberi kerja.

Pada Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tambah Rerie, PRT tidak diakui sebagai pekerja secara formal. Akibatnya, tegas Rerie, para PRT kesulitan mengakses berbagai bantuan atau jaminan sosial.

Rerie sangat berharap pengakuan PRT sebagai pekerja formal dapat diwujudkan dengan segera dituntaskannya pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) menjadi undang-undang.

Anggota Komisi VIII DPR RI Sri Wulan berpendapat PRT kerap masuk dalam kelompok rentan yang sangat mudah terdampak bila terjadi gejolak perekonomian. Hal itu diperparah, tambah Sri, dengan seringnya PRT mendapatkan upah yang tidak layak dan waktu bekerja yang tidak terbatas.

"Sejumlah faktor menyebabkan PRT tidak mendapat bansos antara lain karena adanya hambatan birokrasi dan administrasi, kurangnya informasi, serta adanya diskriminasi terhadap profesi PRT," ujar Sri.

Menurut Sri, upaya meningkatkan sosialisasi terkait hak dan kewajiban para PRT harus dilakukan sejak tingkat RT di setiap daerah. Selain itu, jelas Sri Wulan, upaya mewujudkan undang-undang perlindungan PRT harus konsisten dilakukan oleh para pemangku kepentingan, agar hak dan kewajiban para pekerja yang masuk kelompok rentan ini dapat dipenuhi.

Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kemensos Mira Riyati Kurniasih mengungkapkan penyaluran bansos itu berdasarkan UU No. 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin dan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Dua undang-undang tersebut, jelas Mira, mengatur teknis penyaluran hingga siapa yang berhak mengusulkan penerima bansos.

"PRT termasuk kelompok pekerja rentan yang memerlukan kemudahan akses kesehatan, infrastruktur, air bersih dan ekonomi," aku Mira.

Peran pemerintah daerah (pemda), jelas Mira, sangat penting dalam mengusulkan warganya yang layak mendapat bansos. Sebab, jelas dia, pemda dinilai memahami kondisi sosial setiap warganya.

"Jadi Kemensos hanya melakukan penetapan penerima bansos berdasarkan usulan dari pemda. Pemerintah daerah harus tegas dan obyektif dalam menentukan siapa saja warganya yang berhak dapat bansos," ujar Mira.

Read Entire Article