Target Lifting Minyak Tahun Pertama Prabowo Rendah, Ini Alasannya

3 weeks ago 15

Jakarta -

Lifting minyak pada 2025 diperkirakan mencapai 600 ribu barel per hari dan gas bumi mencapai 1,005 juta barel setara minyak per hari.

Angka tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidato Pembacaan Nota Keuangan pengantar RAPBN 2025 di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (16/8).

Target lifting minyak di era kepemimpinan Prabowo Subianto tersebut ternyata lebih rendah dari 2024 yang sebesar 635 ribu barel per hari. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pun buka suara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya penurunan itu disebabkan karena asal sumber minyak juga telah mengalami penurunan.

"Lapangannya kan memang dropnya drastis, ya kan. Lapangannya dropnya drastis," kata dia ditemui usai Sidang Paripurna DPR RI dan Pembacaan Nota Keuangan di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (16/8/2024).

Pemerintah juga telah berkomitmen untuk memperbaiki produksi minyak dalam negeri. Terbaru, ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) dan SKK Migas mengumumkan pengapalan (lifting) ke 1.000 minyak mentah dari Lapangan Banyu Urip dan Kedung Keris di Blok Cepu.

"Nah sekarang kan udah mulai kita coba recover nih, kan kemarin di Cepu ada tambahan. Mudah-mudahan akhir tahun bisa nguber, tuh," jelasnya.

Saat ditanya target Indonesia 1 juta barel pada 2030 bisa tercapai atau tidak, Arifin pun menegaskan pihaknya masih yakin diiringi dengan berbagai langkahstrategis.

Arifin mencontohkan proyek tajak perdana sumur Migas Non Konvensional di Wilayah Kerja Rokan.

"Insya Allah. Kan kalau action kan kerjanya serius, ya. Nah kemarin juga sumur apa, Sumur yang migas non-konvensional (MNK) itu kan juga waktu lagi di bor kan banjir," jelasnya.

Sementara, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan penurunan lifting minyak itu dinilai wajar karena harga ICP (Indonesian Crude Oil Price) US$ 82 per barel.

"Enggak kok 600. Kalau turun memang normalnya itu turun. ICP kan US$ 82 tetap. Kita ini kalau tidak ngapa-ngapain itu turunnya 5%, itu normal declining rate namanya. Itu selalu turun kalau minyak sama gas itu," jelasnya.

(ada/hns)

Read Entire Article