Neurolog Ungkap Kebiasaan yang Tak Disadari Picu Otak Menyusut

1 week ago 16
Jakarta -

Risiko penyusutan otak mengintai generasi muda, terlebih banyak faktor risiko yang kerap terabaikan. Pakar saraf Prof Dr dr Yuda Turana SpS mewanti-wanti gejala 'mudah lupa' atau lebih lupa dari biasanya yang bisa menjadi tanda awal, baik dalam jangka waktu pendek maupun panjang.

"Secara subyektif merasa 'kok saya jadi mudah lupa dari biasanya', atau orang lain menilai dan mempertanyakan 'kenapa kamu jadi sering lupa?'" tuturnya saat ditemui detikcom Selasa (7/10/2025).

Menurutnya, secara umum penyusutan otak mulai terjadi setelah usia 50 tahun, sedikitnya terjadi penyusutan satu persen setiap tahun. Namun, faktor risiko bisa mempercepat kemungkinan tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apa saja kebiasaan yang kerap tidak disadari memicu penyusutan otak?

Pertama, terkait hipertensi. Data di Indonesia menunjukkan hipertensi sedikitnya dialami oleh 30 persen penduduk RI. Banyak yang kerap tidak menyadari hipertensi lantaran jarang menimbulkan gejala.

Hipertensi yang tidak terkontrol jelas memicu risiko peningkatan penyusutan otak lebih tinggi ketimbang mereka yang menjaga tekanan darah tetap normal.

Kondisi yang sama terjadi saat seseorang memiliki riwayat diabetes atau kadar gula darah tinggi. Mengutip sejumlah riset, Prof Yuda menekankan kadar gula darah di atas normal dalam satu dekade akan memicu pengerutan atau penyusutan otak.

"Hindari makanan yang manis-manis, termasuk karbohidrat tinggi," saran dia.

Kesepian Tingkatkan 2-3 Kali Risiko Otak Mengecil

Bukan hanya kondisi fisik, kesehatan psikis atau mental juga berpengaruh pada penyusutan otak. Mereka yang kerap cemas dan depresi lebih berisiko mengalami kondisi ini.

Terlebih bila situasinya dibarengi dengan 'loneliness' atau kesepian. "Jadi bukan selalu kesepian karena secara fisik tinggal sendiri, tetapi loneliness yang termasuk terus menerus merasa sendiri, merasa terasing, tidak dihargai," ceritanya.

"Hati-hati, itu bisa dua sampai tiga kali faktor risiko kepikunan, otak mengecil," lanjut dia.

Aktivitas Fisik

Bukan hanya bagi mereka yang obesitas, seseorang dengan minim aktivitas fisik berisiko mengalami penyusutan otak meski berat badannya terbilang ideal. Sejumlah riset menunjukkan risiko keduanya sama besar saat kerap berada di 'sedentary lifestyle'. Mirisnya, tren kurangnya aktivitas fisik berdasarkan hasil cek kesehatan gratis pada dewasa dan lansia bahkan mencapai lebih dari 90 persen.

"Jadi aktivitas fisik bukan semata-mata ini obesitas atau tidak, kalaupun BB-nya ideal tapi ada aktivitas fisik, tidak pernah bergerak cenderung diam meski tidak obesitas, sama risikonya dengan obesitas," sambungnya.

Polusi Cahaya

Faktor risiko tambahan, yang juga meningkatkan risiko penyusutan otak adalah polusi cahaya. Apa maksudnya?

"Polusi cahaya itu cenderung bahwa Tuhan sudah menciptakan kok misalnya malam hari harus gelap, siang hari kita sebenarnya sudah cukup dengan matahari sebenarnya," beber dia.

Namun, yang terjadi pada siang hari, saat ini mayoritas sudah menggunakan teknologi dengan lampu penerangan. Begitu pula saat gelap di malam hari, saat tidur Prof Yuda menyoroti banyak masyarakat justru terpapar cahaya berlebihan, yang sebenarnya secara alami lebih baik untuk waktu tidur.

"Terjadilah yang disebut dengan polusi cahaya, polusi cahaya itu kelebihan cahaya saat waktu malam hari tetapi kekurangan cahaya matahari waktu siang," pungkasnya.

(naf/kna)


Read Entire Article