Kasus Buta Usai Operasi Katarak, IDI Malang Minta Keterangan Dokter dan Pasien

2 weeks ago 16
Yulianto di Polres Malang, Jumat (26/9/2025). Foto: kumparan

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Malang memulai penyelidikan kasus pasien bernama Yulianto (47 tahun) yang mengalami buta permanen usai menjalani operasi katarak di Rumah Sakit (RS) Pindad Turen Malang. Yulianto sudah melaporkan kasus ini ke Polres Malang dengan terlapor dokter berinisial R.

Ketua IDI Malang Raya dr. Sasmojo Widito menuturkan, saat ini IDI Malang Raya sudah berkomunikasi dengan dokter R. Komunikasi juga dilakukan ke pelapor.

"Sedang kami komunikasikan dengan terlapor, pelapor, dan para stakeholder. Mohon waktu," kata Sasmojo saat dikonfirmasi pada Kamis (2/10/2025).

Sebelumnya, Kasi Humas Polres Malang AKP Bambang Subinajar mengungkapkan, sejauh ini pemeriksaan baru dilakukan terhadap pelapor dalam hal ini pasien bernama Yulianto. Pihaknya belum memeriksa oknum dokter berinisial R karena masih berkoordinasi dengan pihak Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Malang Raya.

"Sampai hari ini kami masih berproses pendalaman, kasus ini ditangani oleh Unit III Satreskrim. Untuk pemeriksaan dokter masih nunggu izin dari IDI keluar," kata Bambang Subinajar.

Pihak rumah sakit melalui humasnya, Yanuar Rizal Al Rosyid, juga siap dimintai keterangan dan akan kooperatif bila dibutuhkan dalam pemeriksaan, baik oleh IDI Malang Raya dan kepolisian. Pihaknya menghormati langkah hukum yang ditempuh oleh pasien meskipun pasien sempat dimediasi di Rumah Sakit (RS) Pindad Turen.

"Kami sangat menghormati hak setiap pasien untuk membuat laporan yang dijamin undang-undang, artinya kita terbuka," ujar Yanuar melalui keterangannya.

Namun, Yanuar tak mau menjelaskan detail soal pemeriksaan internal yang dilakukan oleh pihak rumah sakit ke media, termasuk penjelasan kronologi dan rekam medis pasien. Menurutnya hal itu tidak jadi kewenangan rumah sakit dan menjadi hak data pasien.

"Saya yakin semua rumah sakit setiap bulan atau setiap minggu itu ada evaluasi tanpa harus ada kejadian dulu. Makanya setiap rumah sakit ada tim hukum etik, setiap ada tindakan pasti ada diskusi dengan tiap komite masing-masing," ucap Yanuar.

"Saat operasi pasti ada evaluasi terkait obatnya kalau tidak tersedia dan lainnya. Hal sedetail itu dirapatkan oleh komite. Intinya kita punya komitmen yang baik pada pasien. Cuma kami lebih menunggu dari pimpinan, langkah strategisnya seperti apa," imbuhnya.

Read Entire Article