Saat ini baru PT Vivo Energy Indonesia (Vivo) yang sepakat untuk melakukan proses business to business (B2B) dengan Pertamina. Dari 100 ribu barel (MB) kargo impor yang ditawarkan, Vivo menyerap 40 MB untuk melayani kebutuhan konsumennya.
Wakil Menteri (Wamen) ESDM, Yuliot Tanjung, mengatakan negosiasi antara Pertamina dengan seluruh badan usaha swasta berlangsung secara B2B, sementara pemerintah hanya memfasilitasi.
"Kalau ini tidak bersedia, pemerintah tidak bisa memaksa juga, karena itu prosesnya adalah B2B," tegasnya saat ditemui di Wisma Danantara, Selasa (30/9).
Yuliot menegaskan, pembelian BBM dari Pertamian disebabkan perusahaan pelat merah itu masih memiliki sisa kuota impor yang banyak, sehingga bisa mengakomodasi kebutuhan tambahan pasokan badan usaha swasta.
"Pertamina masih tersedia alokasinya, makanya itu kita minta untuk pengadaan itu prosesnya itu adalah B2B dengan badan usaha," imbuhnya.
Ke depannya, lanjut Yuliot, pemerintah akan mengevaluasi kembali kebijakan pasokan BBM untuk swasta. Dia juga memastikan mekanisme impor oleh swasta akan kembali normal pada tahun depan.
Meski begitu, dia tidak menyebutkan berapa alokasi atau kuota impor BBM yang akan diberikan kepada badan usaha swasta pada tahun depan, apakah ada penambahan dari tahun ini atau sama saja.
"Jadi untuk tahun depan, ini sesuai dengan berapa alokasi yang diberikan kepada badan usaha, bisa melakukan impor kembali sesuai dengan itu alokasi yang diberikan kepada mereka, jadi tidak seterusnya," jelasnya.
Sebelumnya, Pj. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Roberth MV Dumatubun, menyampaikan apresiasi atas langkah kolaborasi untuk pemenuhan BBM antara Pertamina Patra Niaga (PPN) dan Badan Usaha Swasta.
“Kami menyambut baik semangat kolaborasi yang terjalin dengan Vivo. Kebijakan ini bukan sekadar soal impor BBM, melainkan tentang bagaimana semua pihak bekerja sama memastikan energi tersedia dan masyarakat dapat terlayani dengan sangat baik,” ujarnya.
Lebih lanjut, Roberth menambahkan mekanisme penyediaan pasokan kepada Vivo dengan menggunakan prosedur sesuai dengan aturan yang berlaku. Proses berikutnya akan dilanjutkan dengan uji kualitas dan kuantitas produk BBM menggunakan surveyor yang sudah disepakati bersama.
Sementara itu untuk empat BU swasta lainnya hingga saat ini masih berkoordinasi dengan kantor pusat masing-masing, yakni PT Shell Indonesia, BP, PT AKR Corporindo Tbk (AKRA), PT Aneka Petroindo Raya (APR) atau BP, dan ExxonMobil (Indomobil).