Konflik antara Hizbullah dan Israel kembali memanas setelah insiden ledakan pada Selasa (17/9) malam yang melukai sekitar 2.800 orang di Lebanon.
Ledakan ini berasal dari perangkat pager milik anggota Hizbullah — kelompok politik berpengaruh di Lebanon — menewaskan sedikitnya sembilan orang, termasuk tiga anak-anak.
Hizbullah pun menyalahkan Israel atas serangan ini, menambah ketegangan yang telah berlangsung selama hampir setahun.
Sejak 8 Oktober 2023, Hizbullah terlibat dalam serangan lintas perbatasan untuk menghentikan operasi militer Israel di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 41.000 orang.
Israel merespons dengan serangan balasan terhadap salah satu kelompok militan terkuat di kawasan itu, yang memiliki pengalaman panjang dalam konflik dengan Israel. Seperti apa sejarah pertikaian mereka?
1982: Awal Invasi dan Pembentukan Hizbullah
Konflik ini bermula pada Juni 1982, ketika Israel menginvasi Lebanon sebagai respons atas serangan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dari wilayah selatan Lebanon. Invasi terjadi di tengah perang saudara Lebanon yang telah berlangsung selama tujuh tahun.
Setelah PLO setuju meninggalkan Lebanon, militer Israel tetap berada di wilayah tersebut, mendukung kelompok proksi lokal dan terlibat dalam peristiwa tragis pembantaian Sabra dan Shatila. Pembantaian ini menewaskan antara 2.000 hingga 3.500 pengungsi Palestina dan warga sipil Lebanon.
Hizbullah lahir dari reaksi terhadap pendudukan Israel, didukung oleh Iran, dengan tujuan utama mengusir pasukan Israel dari Lebanon.
Berasal dari komunitas Muslim Syiah yang mayoritas tinggal di Lembah Bekaa dan pinggiran selatan Beirut, Hizbullah dengan cepat menjadi kekuatan signifikan di Lebanon.
Adapun buntut invasi Israel terhadap Lebanon tersebut, membuat PBB kemudian menempatkan pasukan perdamaian UNIFIL di perbatasan Lebanon-Israel. Indonesia juga berpartisipasi dalam pengiriman pasukan ke UNIFIL.
1983-1992: Serangan dan Keterlibatan dalam Politik
Antara 1982 dan 1986, beberapa serangan terhadap pasukan asing dilakukan, termasuk pengeboman barak pasukan penjaga perdamaian AS dan Prancis di Beirut pada 23 Oktober 1983, yang menewaskan lebih dari 300 orang.