Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Rusia, Maria Zakharova.
REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova pada Sabtu (2/11/2024), menilai, Ukraina menyabotase pertukaran tawanan perang dengan Rusia dengan menjadikannya sebagai "pertunjukan politik". Sebaliknya, kata Zakharova, Moskow selalu menekankan sifat kemanusiaan dari proses ini dan tidak pernah mencoba mengambil keuntungan politik terkait hal tersebut.
"(Pertukaran tahanan) ini adalah proses politik bagi rezim Kiev. Terlebih lagi, mereka menganggapnya sebagai alat untuk mempromosikan kepentingan mereka di media," kata Zakharova dalam arahan daring.
"Terlebih lagi, di pihak kami, badan-badan pemerintah yang ada dan perwakilan yang baru ditunjuk sedang bekerja. Mereka tidak pernah menolak pekerjaan ini. Mereka melaksanakan tugas yang ditetapkan oleh kepemimpinan negara di tingkat tertinggi. Posisi kami mengenai hal ini tidak berubah dan sudah diketahui secara luas, termasuk di Ukraina," lanjutnya.
Juru bicara tersebut menuduh Kiev tengah mempertahankan upaya internasional yang bertujuan memulangkan tawanan perang Ukraina dalam rangka memberikan tekanan pada Rusia. "Ini semua hanyalah pertunjukan politik yang diperlukan karena perbedaan pendapat publik mulai muncul di Ukraina. Masyarakat bertanya di mana sebenarnya para tawanan perang yang seharusnya ditukarkan, dan rezim Kiev, tidak menanggapi pertanyaan warga dan meredam kenyataan yang sebenarnya," ujar Zakharova.
"(Kiev) berpura-pura bahwa ada upaya internasional tertentu yang, menurut pendapatnya, harus memberikan tekanan pada Rusia," katanya, menambahkan.
Zakharova menolak klaim yang dibuat oleh Menteri Luar Negeri Ukraina Andrii Sybiha yang menuduh Moskow menolak akses organisasi kemanusiaan internasional dan dokter ke tahanan Ukraina. Sang juru bicara tersebut menambahkan bahwa Moskow tidak mengetahui adanya negara ketiga yang menawarkan untuk "mengambil perlindungan" terhadap tawanan perang Ukraina di Rusia.
"Kami mengetahui hal itu di media sosial Sybiha, hanya itu saja," ucapnya.
Sybiha pada Jumat (1/11/2024) menulis di X bahwa suatu negara tertentu siap untuk "menjadi kekuatan pelindung berdasarkan Konvensi Jenewa" dan membantu "ribuan tawanan perang Ukraina, sandera sipil, dan anak-anak yang dideportasi secara paksa" yang diduga ditahan di Rusia. Sybiha tidak merinci negara mana yang dimaksud tersebut.
sumber : Antara, Sputnik-OANA