Jakarta -
Terkontraksinya Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Juli 2024 menjadi sorotan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurut Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita, Jokowi meminta agar kondisi ini diwaspadai.
PMI manufaktur Indonesia tercatat merosot ke level 49,3 poin menjadi fase kontraksi. Padahal selama 34 bulan berturut turut sebelumnya PMI Manufaktur Indonesia mampu bertahan di level ekspansi.
"Bapak Presiden Joko Widodo pada Sidang Kabinet pagi ini juga menyatakan bahwa kontraksi PMI manufaktur perlu diwaspadai karena beberapa negara di Asia juga mengalaminya dan komponen yang mengalami penurunan paling banyak adalah dari sisi output," kata Agus dalam keterangan tertulis, Selasa (13/8/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam Sidang Kabinet yang diselenggarakan di Ibu Kota Nusantara (IKN), Presiden menyebutkan beban impor bahan baku yang tinggi karena fluktuasi rupiah atau serangan produk-produk impor yang masuk ke dalam negara dapat berpengaruh pada melemahnya permintaan domestik.
"Beliau menekankan bahwa penggunaan bahan baku lokal dan juga perlindungan terhadap industri dalam negeri, serta harus bisa mencari pasar nontradisional dan mencari potensi pasar baru sebagai tujuan ekspor produk-produk Indonesia," Agus menyampaikan.
Selain itu, kondisi sama juga dialami pada Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Juli 2024 yang turun menjadi 52,4 dari IKI Juni 2024 sebesar 52,5. Perlambatan nilai IKI pada Juli lalu dipengaruhi oleh menurunnya nilai variabel pesanan baru dan masih terkontraksinya variabel produksi.
"Ini menunjukkan kepercayaan diri atau tingkat optimisme para pelaku industri yang menurun. Salah satunya karena tidak adanya kepastian hukum yang jelas," imbuhnya.
Ia optimistis, kinerja industri manufaktur di tanah air masih bisa bangkit kembali kalau didukung dengan kebijakan-kebijakan yang probisnis. Kebijakan tersebut antara lain ketersediaan bahan baku untuk produksi, keberlanjutan dan peluasan harga gas industri yang kompetitif, dan ketegasan terkait substitusi impor.
"Kebijakan itu bisa terlaksana dengan baik kalau koordinasi yang dijalankan juga sesuai aturan. Semua pihak juga konsisten dan transparan untuk benar-benar membela industri dalam negeri," ujarnya.