MUI: Indonesia Emas 2045 Jangan Sampai Jadi Indonesia Cemas

5 hours ago 4

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengingatkan agar cita-cita Indonesia Emas 2045 jangan sampai berakhir menjadi kekecewaan publik. Sekretaris Jenderal MUI Buya Amirsyah Tambunan menyinggung munculnya kekhawatiran di tengah masyarakat terkait slogan yang berkaitan dengan 100 tahun usia negeri ini nanti. Bahkan, lanjutnya, mulai ada yang memelesetkan istilah tersebut menjadi "Indonesia Cemas."

"Banyak yang bertanya bagaimana mencapai Indonesia emas. Ada yang mengatakan, jangan-jangan bukan Indonesia emas, tapi Indonesia cemas. Karena, banyak kecemasan di depan mata kita yang harus kita antisipasi," ujar Buya Amirsyah saat berbicara dalam forum Muzakarah Ulama dan Cendekiawan di Masjid Istiqlal, Jakarta, Rabu (27/8/2025).

Ia menegaskan, kecemasan demikian hanya bisa diantisipasi jika demokrasi benar-benar dijalankan dengan indikator yang terukur, baik jangka pendek, menengah, maupun panjang. Itu pun mesti disertai komitmen dari seluruh penyelenggara negara.

Bagaimanapun, lanjut Buya Amirsyah, rakyat sudah semestinya berperan aktif dalam demokrasi. Mereka tak sekadar "menitipkan" suara kepada para legislatif di parlemen.

"Nah, yang jangka pendek bagaimana? Yang mengubah demokrasi kita ini siapa sebenarnya? Wajah demokrasi kita harus diubah oleh rakyat sendiri, bukan wakil rakyat," ujarnya.

Buya Amirsyah menekankan, seluruh mandat kekuasaan sejatinya berasal dari rakyat. Namun, amanah dalam pengelolaan negara kerap tidak dijalankan. Ini semestinya menjadi alarm peringatan bagi parlemen, termasuk aksi demonstrasi yang marak berlangsung baru-baru ini di depan Gedung DPR-RI, Jakarta.

"Kalau rakyat mencabut mandat untuk wakil rakyat (DPR), maka wakil rakyat tidak bisa berbuat apa-apa. Semua sudah diberikan oleh rakyat untuk wakil rakyat. Hanya satu yang belum, yaitu amanah," katanya.

Ia menilai, demokrasi di Indonesia tidak boleh berhenti pada tataran prosedural, melainkan harus berkembang menjadi demokrasi substantif yang jujur dan adil. Di sinilah sifat amanah kembali harus ditunjukkan oleh seluruh penyelenggara negara.

"Tapi teman-teman saya bilang, 'Pak Amir, tidak ada demokrasi yang jurdil.' Jadi bagaimana? Inilah perjuangan kita," ucap dia.

"Wakil rakyat harus jujur melihat situasi demokrasi kita yang masih di bawah indeks. Karena itu, demokrasi kita ini harus kita tinjau ulang, menurut saya," sambung Buya Amirsyah.

Demokrasi hanyalah alat, bukan tujuan itu sendiri. Ulama ini mengingatkan, kesejahteraan rakyat mesti diikhtiarkan. Bahkan, ada pelbagai negara yang tidak atau kurang demokratis, tetapi relatif mampu mewujudkan kesejahteraan umum.

"Kalau yang bisa menjamin teokrasi, mengapa tidak? Kalau yang bisa menjamin dengan sistem kerajaan, mengapa tidak? Kalau itu bisa menjamin kesejahteraan rakyat. Tapi kalau sebaliknya, demokrasi bisa menjamin (kesejahteraan rakyat), why not? Untuk demokrasi, yang substantif (adalah) kesejahteraan rakyat," ujar dia memaparkan.

Read Entire Article