Jakarta -
Gedung Galeri Nasional Indonesia tengah menyuguhkan karya-karya dari dua seniman, Dolorosa Sinaga dan Budi Santoso. Pameran temporer itu bertajuk 'Patung dan Aktivisme' yang menampilkan puluhan karya-karya monumental, getir dan menyayat hati.
Pemilihan tema sosial-politik itu tumbuh dari ekspresi keduanya dalam menyikapi liku hidup. Dolorosa, yang telah berkarya selama beberapa dekade, berkolaborasi dengan sang murid Budi.
Mereka seolah mengajak pengunjung untuk mengingat peristiwa-peristiwa penting nan getir dalam sebuah karya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
detikTravel penasaran dan melihat langsung karya-karya dari kedua seniman ini, pada Kamis (1/8/2024). Ada lima patung yang dipajang di luar bangunan, di antaranya yang menarik adalah patung Monumen Pembantaian Massal 1965-1966.
Dalam keterangan karya tersebut, Dolorosa ingin menyampaikan dari karya itu merupakan upaya menggalang kesadaran masyarakat untuk jangan pernah melupakan sejarah kelam negara ini. Kemudian di samping kanan terdapat monumen manusia berjejer tengah membopong mayat.
Monumen itu adalah representasi dari Tragedi Semanggi 1998 yang menumpahkan beberapa korban mahasiswa atas tindak brutal dari aparat. Masuk ke area dalam galeri, pengunjung akan disuguhkan kembali karya-karya yang apik dan memiliki makna mendalam.
Meju sedikit di lorong sebelah kiri, ada patung berjudul 'I, the Witness'. Itu merupakan penghormatan besar dari Dolorosa kepada Ibu Ita Martadinata, korban pemerkosaan massal kala kerusuhan Mei 1998 di Jakarta.
Cerita kelam yang menyelimuti kepergian Ibu Ita, Dolorosa tampilan dari iron plat yang diolah sedemikian rupa pada pameran itu. Terdapat momen menarik pada patung tersebut, menurut Galery Sitter, Niko, menyatakan beberapa hari lalu ada seseorang membawa bunga dan menyimpannya di depan patung tersebut.
"Kemarin tuh yang lumayan keren menurut saya seminggu yang lalu, ada mas-mas dia ngasih bunga di monumen perempuan itu (I, the Witness). Itu Bu Dolo bikin itu buat mengenang korban pemerkosaan itu, nah mas itu datang bawa bunga terus sampe nangis sih dia di situ," kata Niko kepada detikTravel.
Karya-karya yang dipamerkan oleh Dolorosa Sinaga dan Budi Santoso itu kurang lebih terdapat 60 set karya. Beberapa karya di Galeri Nasional itu ada yang satu dan juga ada yang terdapat beberapa bagian.
"Kalau karya (per pieces) bisa 200 lebih, kalau misalkan seperti karya itu kan itungannya satu set karya. Kalau gitu bisa sampai 50-an ke atas lah 60," ujar Niko.
Semua karya yang dipajang seperti memiliki daya magisnya tersendiri, karya yang dihasilkan dari tangan Budi salah satunya adalah pahatan marmer yang dideskripsikan sebagai 'Ibu dan Anak'. Lekuk ukiran dalam patung itu selayaknya tengah berpelukan dengan kasih yang erat.
Belum lagi, kala berkunjung ke pameran ini lantunan musik yang agak kelam namun sedih menambah atmosfer dan pengalaman yang berbeda. Saat melihat patung dan membaca deskripsi disampingnya seakan dibawa pada emosi yang bercampur.
Apa yang dirasakan itu ternyata diamini oleh salah satu pengunjung, menurut Pramesti selain kagum dengan karya-karya di sini juga merasakan emosi kala melihat beberapa karya. Ditambah alunan musik instrumental yang mengiringi sepanjang berkunjung.
"Batu yang di sana itu (sambil menunjuk) rasanya kaya masuk banget ke hati. Udah gitu ditambah sama kondisi ruangan yang lagunya sedih gitu, ngeliat karya-karya sebagus ini jadi nambah feel-nya," ujarnya.
Adapun di pintu masuk galeri terdapat sebuah lonceng perempuan yang selain sekadar dipajang juga bisa difungsikan sebagaimana mestinya. Pameran 'Patung dan Aktivisme' Dolorosa Sinaga dan Budi Santoso ini dimulai sejak 19 Juli hingga 19 Agustus.
Untuk pengunjung yang ingin datang langsung saja tentukan jam kehadiran di laman media sosial Galeri Nasional Indonesia dan lakukan reservasi. Setiap sesinya hanya bisa diakses oleh 150 orang dan diberikan waktu sekitar 50 menit.
(fem/fem)