
Suasana bising deru kendaraan masih menghiasi Jalan Dewi Sartika hingga Margonda Raya, Kota Depok, di Sabtu (24/5) sore.
Di tengah keriuhan itu, perhatian kumparan tertuju pada area pesepeda. Di awal area itu terdapat logo sepeda putih, yang diberi jalur hijau di atas permukaan trotoar.
Menariknya, jalur sepeda itu timbul-hilang berselang-seling dengan trotoar.
Mulanya, rute di awal Jalan Dewi Sartika, jalur ini masih terlihat seperti jalur sepeda pada umumnya—digambarkan dengan garis putih putus-putus dan logo sepeda yang sama di atas aspal.
Namun, begitu melewati underpass Dewi Sartika dan masuk ke Jalan Margonda Raya arah Jakarta, garis itu mendadak hilang.

Ketika trotoar kembali terlihat di pinggir jalan, jalur sepeda muncul lagi. Kali ini bukan di aspal, melainkan di atas trotoar.
Kumparan mencoba menyusuri jalur tersebut. Permukaannya naik turun mengikuti kontur trotoar, yang sesekali direndahkan untuk memberi akses kendaraan menuju bangunan di sekitarnya.
Di beberapa titik, terdapat dua hingga tiga bollard—tiang pembatas yang lazim di trotoar. Tiang ini bukan masalah bagi pejalan kaki, namun bisa menjadi rintangan bagi pesepeda yang harus menyelinap di antaranya.
Menjelang kawasan sebelum ITC Depok, simbol jalur sepeda kembali menghilang. Tak ada lagi tanda bahwa trotoar itu juga berfungsi sebagai jalur sepeda, termasuk di arah sebaliknya arah menuju Grand Depok City.
Selama lebih dari satu jam pemantauan, kumparan tak menjumpai satu pun pesepeda yang melintas. Justru para pejalan kaki mendominasi jalur ini, dan sebagian besar dari mereka tidak menyadari bahwa trotoar tersebut juga ditujukan bagi pesepeda.
Sebagian warga mengaku tidak keberatan berbagi jalur. Heri (50), warga Kelapa Dua yang telah tinggal di Depok sejak 1996, mengaku maklum.
“Kita maklum lah. Ya karena jarang juga sih [pesepeda di jalan itu],” ujarnya kepada kumparan.
Namun, tidak semua merasa nyaman dengan skema berbagi ini. Zidan (24) justru menilai bahwa kondisi jalur seperti ini merepotkan pesepeda dan menjadi alasan mengapa jumlah pengguna sepeda di Depok rendah.

“Cuma kasihan aja sih pesepedanya. Kenapa harus bareng pejalan kaki? Kenapa nggak dibuat khusus di bawah, kan lebih enak juga buat pesepedanya,” katanya.
Rahel (24) juga menyuarakan hal serupa. Ia merasa jalur gabungan bisa menimbulkan konflik antar pengguna.
“Bagi aku masalah sih. Kalau misalnya naik sepeda, terus nungguin yang jalan kaki di depan. Klakson nggak ada. Ditegur dia nyolot. Mendingan dipisah,” ujarnya sambil tertawa kecil.
Sementara itu, Roliyah (40), warga Depok sejak tiga tahun terakhir, merasa tak terganggu meski trotoar digunakan bersama.
“Ya sepeda sini, [orang] jalan sebelah sini. Enggak masalah,” ucapnya. Namun, ia tetap menyarankan agar jalur dipisahkan. “Harusnya masing-masing sih ya.”
Di satu sisi, trotoar di Margonda Raya memang cukup lebar dan dilengkapi jalur kuning untuk penyandang disabilitas. Namun, menyatukan fungsi antara pejalan kaki dan pesepeda tetap menyisakan dilema: menghemat ruang, tapi menciptakan ketidaknyamanan dua arah.
Fungsi trotoar pun belum sepenuhnya optimal. Tak jarang dijumpai di area yang luas itu dimanfaatkan oleh pedagang kaki lima, pemotor yang parkir sembarangan, hingga dijadikan jalur pintas oleh pengendara roda dua saat lalu lintas macet.