
KPAI meminta Pemprov Jawa Barat mengevaluasi menyeluruh dalam merumuskan program siswa dididik ke barak militer.
Komisioner KPAI, Jalsa Putra, mengatakan evaluasi itu untuk merumuskan model program serta standar yang sesuai dengan prinsip-prinsip perlindungan anak.
"Program pendidikan karakter pancawaluya Jawa Barat istimewa yang telah berjalan saat ini cukup dilakukan untuk satu tahap saat ini," kata Jalsa dalam konferensi pers hasil pengawasan KPAI terkait pelaksanaan program pendidikan karakter Pancawaluya yang digelar secara virtual, Jumat (16/5).
"Dan tahap selanjutnya perlu dilakukan evaluasi menyeluruh untuk merumuskan model program serta standar yang sesuai dengan prinsip-prinsip perlindungan anak," ujarnya.

Jalsa mengatakan, Pemprov Jawa Barat juga perlu melakukan pemantauan dan evaluasi terkait perubahan perilaku peserta program selama proses pendidikan dan setelah mengikuti program secara berkala.
"Pemerintah daerah perlu mempersiapkan peran orang tua, sekolah, dan lingkungan untuk mendukung berkelanjutan perubahan perilaku anak pada fase reintegrasi sosial," ujarnya.
"Pemerintah pusat dan daerah perlu melakukan evaluasi kinerja lembaga layanan perlindungan anak di wilayah masing-masing," tambahnya.

Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (Demul) menyebut siswa-siswa bermasalah bakal dididik ke barak militer. Katanya, anak-anak itu akan dididik selama selama 6 bulan hingga 1 tahun, agar dibina dan didisiplinkan.
"Nanti anak-anak yang orang tuanya sudah tidak sanggup lagi untuk mendidik, nanti akan kita wajib militerkan," kata Dedi Mulyadi di gedung Pusat Dakwah Islam (Pusdai), Jalan Diponegoro, Bandung, Jawa Barat, Senin (28/4).
Program ini sudah berjalan sejak awal Mei. Demul juga sudah menjelaskan kriteria "siswa bermasalah" yang akan dikirim ke barak militer.
"Tukang tawuran, tukang mabuk, tukang main ML (permainan hp, Mobile Legend), yang kalau malam kemudian tidurnya tidak mau sore. Ke orang tua melawan. Melakukan pengancaman. Di sekolah bikin ribut. Bolos terus. Dari rumah berangkat ke sekolah, ke sekolah enggak nyampe. Kan kita semua dulu pernah gitu ya," kata Demul seraya tertawa.