
PT Sri Rejeki Isman (Sritex) mendapatkan dana kredit dari Bank DKI dan Bank BJB senilai ratusan miliar rupiah. Namun, pemberian kredit tersebut diduga tidak sesuai dengan ketentuan.
"Telah memberikan kredit secara melawan hukum," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, dalam jumpa pers di Kejagung RI, Rabu (21/5).
Qohar menjelaskan, Bank DKI dan BJB diduga tidak melakukan analisis yang memadai terhadap PT Sritex sebelum pemberian kredit. Kedua bank juga diduga tidak mentaati prosedur serta persyaratan yang telah ditetapkan.
"Karena hasil penilaian dari lembaga peringkat Pitch dan Moody's disampaikan disampaikan bahwa PT Sri Rejeki Isman Tbk hanya memperoleh predikat BB- atau memiliki resiko gagal bayar yang lebih tinggi," jelas Qohar.
"Padahal seharusnya pemberian kredit tanpa jaminan hanya dapat diberikan kepada perusahaan atau debitur yang memiliki peringkat A," tambahnya.
Sritex mendapat kredit dari Bank BJB sebesar Rp 543.907.507.107 dan dari Bank DKI sebesar Rp 149.007.085.800.

Menurut Qohar, hal tersebut bertentangan dengan SOP bank serta UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang regulasi perbankan.
Ditambah lagi, kredit yang diberikan Bank DKI dan BJB diduga digunakan tak sesuai peruntukannya oleh Sritex, yakni modal kerja. Kredit tersebut diduga digunakan untuk membayar utang hingga membeli aset non-produktif.
Di sisi lain, nilai total Outstanding kredit (tagihan yang belum dilunasi) oleh Sritex hingga bulan Oktober 2024 sebesar Rp 3.588.650.808.028,57. Nilai tersebut termasuk kredit terhadap sejumlah bank lainnya yang saat ini masih didalami Kejagung.
Kejagung baru menemukan dugaan kerugian negara sementara dari kredit yang bersumber dari dua bank yakni BJB dan Bank DKI senilai Rp 692 miliar. Penyidikan masih dilakukan terhadap pemberian kredit lainnya.


Kejagung baru menetapkan tiga orang tersangka. Mereka yakni:
Mantan Dirut Sritex, Iwan Setiawan Lukminto;
Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB tahun 2020, Dicky Syahbandinata;
Direktur Utama Bank DKI tahun 2020, Zainuddin Mappa.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Setelah dijerat tersangka, mereka langsung ditahan.