
Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, menyalahkan Lisa Rachmat selaku pengacara anaknya dalam kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti.
Meirizka menilai Lisa begitu jahat kepadanya karena dia ikut terseret hingga menjadi terdakwa kasus dugaan pemufakatan jahat pengurusan suap kasasi anaknya.
Hal itu disampaikan Meirizka saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa dalam kasus yang menjeratnya, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (19/5).
"Apakah Saudara terdakwa punya salah sama Lisa Rachmat sehingga Lisa Rachmat menarik-narik Saudara dalam perkara ini?" tanya penasihat hukum Meirizka, dalam persidangan, Senin (19/5).
"Sama sekali tidak, justru saya kecewa kenapa Lisa membawa saya, menyeret saya ke dalam perkara ini. Jahat sekali dia," jawab Meirizka.
"Saya tidak pernah bersalah apa-apa sama dia, kenapa dia begitu jahat kepada saya, sehingga saya bisa terseret ke dalam lingkaran setan ini. Saya betul-betul menyesal memakai Lisa sebagai pengacara untuk anak saya," lanjut dia sambil menangis.

Dalam kesaksiannya, Meirizka juga menyatakan bahwa anaknya tidak mengetahui akan divonis bebas dalam kasus pembunuhan tersebut.
"Apakah Ronald pernah menyampaikan ke Saudara bahwa kenapa dia bisa bebas? Apakah karena dia berterima kasih kepada Saudara, misalkan, terima kasih sudah dibantu sehingga bebas, atau bagaimana? Apa yang disampaikan Ronald saat itu?" tanya penasihat hukum Meirizka.
"Tidak, Ronald justru tidak tahu juga kalau dia akan dibebaskan," ucap Meirizka.
"Saudara pernah tanya ke Ronald? Kenapa kamu kok bisa bebas? Atau menurut apa yang disampaikan oleh Ronald?" tanya penasihat hukum Meirizka.
"Dia juga enggak berpikir dia akan bebas," timpal Meirizka.
Ibu Ronald Tannur Merasa Tak Bersalah

Dalam kesaksian itu, Meirizka juga mengaku tidak pernah mengetahui yang dilakukan oleh Lisa Rachmat selaku pengacara anaknya. Ia pun merasa tidak bersalah dalam kasus yang menjeratnya sebagai terdakwa.
"Saya tidak bersalah karena saya tidak melakukan apa-apa, Yang Mulia. Saya cuma mau tegaskan bahwa saya betul-betul tidak tahu apa yang dilakukan oleh Lisa," tutur Meirizka.
"Dan saya tidak pernah meminta atau menyuruh dia untuk melakukan penyuapan kepada siapa pun," imbuhnya.
Meirizka juga mengaku tidak mengerti masalah hukum. Sehingga, ia mempercayakan penanganan kasus anaknya ke Lisa sebagai penasihat hukum.
"Saya betul-betul tidak mengerti masalah hukum makanya saya percaya semua ke Lisa yang mengurus. Tapi, kalau akhirnya Lisa melakukan kesalahan seperti ini, saya tidak tahu apa-apa dan saya tidak terlibat sama sekali. Itu saja," ujarnya.
Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur

Ronald Tannur ialah terdakwa kasus dugaan pembunuhan mantan pacarnya, Dini Sera Afrianti. Namun Majelis Hakim PN Surabaya memvonis bebas Ronald Tannur karena dinilai tidak terbukti dalam kasus kematian kekasihnya.
Belakangan, terungkap ada upaya suap di balik vonis bebas tersebut. Adapun tiga Hakim PN Surabaya tersebut yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
Ketiganya didakwa menerima suap sebesar Rp 4,6 miliar, dengan rincian Rp 1 miliar dan SGD 308.000 atau setara dengan Rp3.671.446.240 (Rp 3,6 miliar).
Pemberi suapnya diduga adalah ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, dan pengacara, Lisa Rachmat.
Berdasarkan pengembangan, terungkap ada upaya suap lain agar vonis kasasi di Mahkamah Agung tetap membebaskan Ronald Tannur. Meirizka dan Lisa Rachmat diduga mencoba menyuap Hakim Agung melalui seorang mantan pejabat MA bernama Zarof Ricar. Ketiganya kemudian dijerat sebagai terdakwa.
Namun, Kejagung menyatakan uang untuk Hakim Agung belum diserahkan. Pasal yang dijerat kepada Zarof Ricar adalah pemufakatan jahat.
Adapun upaya kasasi Ronald Tannur itu gagal. Ronald Tannur kemudian dihukum 5 tahun penjara oleh Mahkamah Agung. Dalam putusan itu, terdapat satu hakim yang berbeda pendapat (dissenting opinion), yakni Hakim Agung Soesilo.
Atas perbuatannya, Lisa Rachmat didakwa melakukan pemufakatan jahat bersama Zarof dengan memberi suap sebesar Rp 5 miliar kepada Ketua Majelis Hakim yang mengadili kasasi Ronald Tannur, yakni Hakim Agung Soesilo.
Jaksa menyebut, bahwa upaya Zarof dan Lisa Rachmat ini dilakukan untuk mempengaruhi hakim di tingkat kasasi agar bisa menjatuhi vonis bebas terhadap Ronald Tannur.
Zarof juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 915 miliar dan 51 kg emas. Hasil gratifikasi itu diduga terkait dengan pengurusan perkara yang dilakukan Zarof selama menjabat di MA.