
Eks Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari, mengaku sempat penasaran dan mencari tahu terkait momen operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap koleganya sesama eks komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan.
Hal itu disampaikan Hasyim saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) DPR RI dan perintangan penyidikan Harun Masiku, yang menjerat Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai terdakwa, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (16/5).
Wahyu Setiawan ditangkap KPK dalam OTT pada awal 2020 karena terlibat kasus suap.
Awalnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mencecar Hasyim ihwal pertemuan Hasto dengan Wahyu Setiawan. Namun, Hasyim mengaku tidak melihat langsung pertemuan tersebut.
"Ada informasi dari orang lain mengenai adanya pertemuan tersebut?" tanya jaksa dalam persidangan, Jumat (16/5).
"Saya lupa, ya," jawab Hasyim.

Mendengar keterangan itu, jaksa kemudian membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) milik Hasyim. BAP Hasyim nomor 15 tersebut mengungkapkan pertemuan antara Hasto dan Wahyu Setiawan diketahuinya dari Rahmat Setiawan Tonidaya atau Toni selaku staf Wahyu.
"Baik, kami mohon izin membacakan Majelis, keterangan saksi di nomor 15 halaman 6, 'agar Saudara jelaskan apakah Saudara pernah mengetahui ada pertemuan antara Hasto Kristiyanto dengan Wahyu Setiawan?' Jawaban Saudara, 'dapat saya jelaskan bahwa saya mengetahui dari cerita Toni, staf Wahyu. Bahwa terjadi pertemuan di Pejaten Village, Kemang, antara Wahyu Setiawan dan Hasto Kristiyanto dan hal ini juga dibenarkan dari cerita Yakub Widodo kepada saya'," tutur jaksa membacakan BAP Hasyim.
Dalam keterangannya di persidangan, Hasyim menjelaskan Toni ikut diamankan bersama Wahyu dalam OTT KPK tersebut. Namun, Toni kemudian dibebaskan.

Setelah itu, Hasyim pun mengaku penasaran dan ingin mengetahui cerita di balik OTT KPK terhadap Wahyu dalam kasus suap PAW Masiku tersebut.
"Oh ya karena saya tidak melihat sendiri, saya mendapatkan informasi, keterangan dari Mas Toni, stafnya Mas Wahyu, karena seingat saya waktu itu, ketika Mas Wahyu dalam perjalanan menuju perjalanan dengan Mas Toni," ujar Hasyim.
"Itu kemudian di, apa ya, katakan diamankan oleh KPK tapi beberapa hari kemudian Mas Toni dibebaskan. Saya pengin tahu sesungguhnya ada cerita apa di situ," jelas Hasyim.
"Toni ini Toni siapa?" tanya jaksa.
"Tonidaya, dulu stafnya Mas Wahyu," jawab Hasyim.
"Yang sama-sama di pesawat itu?" cecar jaksa.
"Betul," timpal Hasyim.

Dalam persidangan sebelumnya, Toni sempat dihadirkan sebagai saksi dan menceritakan momen penangkapan terhadap Wahyu. Penangkapan KPK terjadi di Bandara Soekarno-Hatta. Berlangsung sesaat ketika Wahyu Setiawan hendak terbang ke Bangka Belitung.
Kala itu, Wahyu dan Toni tengah menunggu panggilan untuk boarding pesawat. Wahyu Setiawan kemudian memasuki pesawat dan duduk di kelas bisnis.
Selang beberapa waktu, Toni sadar ada yang tidak beres dengan penerbangannya. Pesawat tak kunjung beranjak untuk lepas landas.
Ia pun mencoba mencari tahu keberadaan bosnya dengan bertanya kepada para pramugari. Rupanya, Wahyu telah dibawa keluar pesawat dan sedang berada di garbarata. Toni pun menyusulnya.
Setelah mereka bertemu, Wahyu pun meminta Toni untuk ikut dengannya ke KPK. Sesampainya di kantor KPK, Toni dan Wahyu kemudian menunaikan ibadah salat.
"Setelah salat, terus kami sempat merokok sebentar di sela ruang wudu di depan musala di sudut itu. Saya tanya 'ini permasalahan apa, Pak?'. [Dijawab Wahyu], 'Wah, kamu enggak tahu, Ton'," ucap Toni dalam persidangan, Jumat (25/4) lalu.
"Terus tentu, kan, di situ ada dikenalkan ke Pak Donny [Tri Istiqomah], dan Pak Saeful [Bahri] terus ada Bu [Agustiani] Tio juga, terus dikenalkan, seperti itu," tambahnya.
Seiring berjalannya waktu, Toni akhirnya paham bahwa Wahyu ditangkap karena terlibat kasus suap proses PAW Harun Masiku.
Kasus Hasto

Adapun dalam kasusnya, Hasto didakwa menyuap komisioner KPU RI dalam proses Pergantian Antarwaktu (PAW) dan merintangi penyidikan kasus Harun Masiku.
Dalam perkara dugaan suap, Hasto disebut menjadi pihak yang turut menyokong dana. Suap diduga dilakukan agar Harun ditetapkan sebagai anggota DPR melalui proses PAW.
Caranya, adalah dengan menyuap komisioner KPU saat itu Wahyu Setiawan. Nilai suapnya mencapai Rp 600 juta.
Suap itu diduga dilakukan oleh Hasto bersama Donny Tri Istiqomah, Harun Masiku, dan Saeful Bahri. Suap kemudian diberikan kepada Agustiani Tio dan juga Wahyu Setiawan.
Sementara terkait dengan perkara dugaan perintangan penyidikan, Hasto disebut melakukan serangkaian upaya seperti mengumpulkan beberapa saksi terkait Masiku dengan mengarahkan para saksi itu agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
Tidak hanya itu, pada saat proses tangkap tangan terhadap Masiku, Hasto memerintahkan Nur Hasan—seorang penjaga rumah yang biasa digunakan sebagai kantornya—untuk menelepon Masiku supaya merendam HP-nya dalam air dan segera melarikan diri.
Kemudian, pada 6 Juni 2024, atau 4 hari sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi terkait Masiku, ia juga memerintahkan stafnya yang bernama Kusnadi untuk menenggelamkan HP milik Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.