Dirut PLN Ungkap Dampak Pelemahan Rupiah Terhadap Keuangan Perusahaan

2 months ago 8
Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo di Gedung DPR, Rabu (5/7/2023). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan

Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo menyiapkan strategi jitu dalam menjaga stabilitas keuangan di tengah pelemahan nilai tukar yang berimbas terhadap harga energi.

Menurut Darmawan, pelemahan nilai tukar rupiah berdampak langsung terhadap biaya operasional PLN. Terutama karena sebagian besar komponennya berbasis mata uang asing.

Dia mencatat bahwa 72 persen dari biaya operasi PLN terdampak oleh fluktuasi kurs, sementara pendapatan perusahaan sepenuhnya berbasis rupiah.

“Biaya operasi kita 72 persen akan terdampak pada fluktuasi antara dolar valas dengan rupiah. Tetapi di lain sisi, pendapatan usaha PLN 100 persen adalah berbasis pada rupiah,” kata Darmawan dalam Rapat Dengan Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Kamis (22/5).

Dalam simulasi yang dilakukan PLN, skenario terburuk memperkirakan nilai tukar mencapai Rp 17.500 per dolar AS.

Ini berpotensi menyebabkan kenaikan biaya pokok produksi listrik dari Rp 1.822 menjadi Rp 1.851 per kWh, atau naik sebesar Rp 29 per kWh. Kenaikan ini berimbas pada peningkatan subsidi dan kompensasi sebesar Rp 6,5 triliun per tahun.

Menyadari besarnya dampak fluktuasi kurs, PLN menerapkan serangkaian strategi manajemen risiko.

Salah satunya adalah strategi lindung nilai (hedging) terhadap utang dalam valuta asing. Langkah ini dianggap krusial untuk memberikan kepastian dalam perencanaan keuangan dan menjaga kredibilitas perusahaan.

“Kami juga melakukan strategi hedging untuk menekan risiko exposure terhadap valas dan juga pinjaman terhadap valas,” tegas Darmawan.

Ilustrasi Petugas PLN. Foto: PLN

Selain itu, PLN aktif menekan beban bunga dan utang berbunga. Sejak 2020, perusahaan berhasil menurunkan utang berbunga hingga Rp 46,7 triliun dan beban bunga sebesar Rp 3,1 triliun.

Strategi ini dilakukan melalui pendekatan proaktif dalam manajemen utang, pengendalian likuiditas, serta sentralisasi dan digitalisasi sistem pembayaran.

“Interest bearing debt menurun 10,4 persen, beban bunga turun 11,3 persen. Ini di antaranya adalah proaktif dalam debt management, kami juga punya program Cash War Room,” papar Darmawan.

Di tengah tekanan biaya, efisiensi tetap dijalankan secara selektif dan strategis, bukan semata-mata pemangkasan anggaran. Darmawan menekankan, optimalisasi biaya dilakukan agar tidak mengorbankan kualitas operasional.

“Ini bukan cost cutting, karena begitu cost cutting nanti, misalnya biasanya ganti oli 10.000 km ditunda 20.000 km, tentu saja mobilnya tidak akan beroperasi secara optimal,” katanya.

Langkah lainnya adalah mendorong pertumbuhan penjualan listrik yang berkontribusi pada peningkatan pendapatan. Hingga April 2025, penjualan listrik tumbuh 6,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Dengan strategi mitigasi keuangan yang terstruktur, PLN berupaya menjaga rasio kemampuan membayar utang atau Debt Service Coverage Ratio (DSCR) tetap sehat. Meski ada tekanan, target DSCR tahun 2025 berada di angka 1,58, lebih tinggi dari standar Bank Dunia yang hanya 1,0.

Read Entire Article