Tiga instruktur gamelan yang dikirim Dinas Kebudayaan DIY, berbagi kisah mereka selama terjun mengajar gamelan ke sanggar penerima hibah gamelan di Jogja pada 2024 lalu. Pengalaman mereka tak hanya soal musik tradisional, tetapi juga cerita lucu, semangat belajar warga, hingga tantangan saat berhadapan dengan anak-anak dan emak-emak.
Di 2025 ini ketiganya kembali menjadi pelatih gamelan setelah diseleksi oleh Dinas Kebudayaan DIY.
Cerita Caecilia: Remaja Minta Diajari Canpursari
Caecilia Maria Andriana (29), tahun lalu mendapat penugasan di sanggar warga di Cangkringan, Sleman. Artinya, pada tahun ini akan menjadi pengugasan untuk kedua kali menjadi pelatih gamelan di sanggar-sanggar penerima hibah gamelan di DIY.
Hal yang paling menarik menurutnya datang dari kelompok remaja yang duduk di bangku SMP dan SMA. Mereka langsung ingin diajarkan lagu-lagu campursari, sementara mereka belum pernah memainkan gamelan.
“Mereka pinginnya dari pengurusnya yang diajarkan itu lagu-lagu campursari, masalahnya mereka belum pernah nabuh gamelan. Jadi misal Ji Ro Lu Pat Mo Nem Pi. Ji untuk slendro mereka belum hafal,” katanya sambil tertawa saat acara workshop instruktur gamelan di Akademi Komunitas Negeri (AKN) Sewon Bantul, DIY, Senin (19/5).
Sesil juga menekankan pentingnya karawitan sebagai media pendidikan karakter.
“Di karawitan itu mereka belajarnya tidak hanya melulu tentang alat musiknya. Tapi juga satu kerukunan, terus keduanya tanggung jawab,” jelasnya.
Cerita Anisa: Ibu-Ibu Ingin Semua Alat tapi Tak Pernah Latihan
Sementara itu, Anisa Mulia Istiqomah (22), juga berbagi pengalaman di sanggar yang berlokasi di Depok, Sleman. Ia menyebut kelompok ibu-ibu sebagai yang paling seru diajari.
“Ada satu ibu-ibu itu yang semua instrumen itu pengen bisa, tapi dia itu nggak pernah berangkat,” katanya sambil tertawa.
Yang lucu, lanjut Anisa, ibu tersebut justru muncul saat pentas dan ingin mengatur semuanya.
Anisa juga bercerita tentang anak-anak yang ikut latihan karena diajak ibunya. Baginya, pengalaman ini menumbuhkan kesadaran akan pentingnya melestarikan gamelan.
“Ada satu rasa kebahagiaan sendiri untuk memperkenalkan, ini lho, Yogyakarta itu ada gagraknya sendiri,” ujarnya.
Cerita Daffa: Rajinnya Anak-anak SD